Puncak Hargo Dumilah | Gn. Lawu
Hari libur merupakan hal yang paling dinanti oleh banyak orang, tak terkecuali mahasiswa. Setelah berkutat dengan laporan dan berjuang menghadapi ujian, libur adalah hal yang paling dibutuhkan oleh mahasiswa. Biasanya saat libur tiba aku akan langsung pulang kerumah melepas rindu dengan keluarga. Tapi kali ini aku ingin bermain sebentar dengan alam. Kebetulan sekali teman-temanku berencana mendaki gunung diakhir tahun 2019. Aku pun ikut dalam rencana mereka untuk mendaki gunung. Singkat cerita, kami berdiskusi untuk menentukan gunung mana yang akan kami daki. Akhirnya kami memilih gunung lawu sebagai tujuan pendakian kami. Gunung tertinggi ketiga di Jawa Tengah dengan ketinggian 3.265 mdpl. Awalnya aku sedikit ragu untuk ikut karena sebelumnya aku belum pernah mendaki gunung. Tapi di sisi lain aku merasa tertantang untuk menaklukkan puncak gunung lawu. Akhirnya aku putuskan untuk ikut mendaki.
24 Desember 2019, kami berangkat dari
Semarang sekitar pukul 8 pagi menggunakan motor menuju Kabupaten Karanganyar. Oh
iya perlu diketahui gunung lawu memiliki 3 jalur pendakian standar (umum) yaitu
jalur cemoro sewu, cemoro kandang, dan candi cetho. Nah dari ketiga jalur itu,
kami memilih pendakian lewat jalur candi cetho. Kami tiba di basecamp pendakian
sekitar pukul 12 siang. Setibanya di basecamp, kami makan terlebih dahulu dan
sholat setelahnya. Setelah itu kami bersiap-siap untuk memulai pendakian. Disaat
sedang bersiap-siap, hujan turun dengan derasnya. Kami menunda sejenak niat
kami untuk memulai pendakian dan menunggu hujan reda. Pukul 3 sore kami mulai
pendakian. Medan pendakian menuju pos 1 tidak terlalu berat, jalur pendakiannya
tidak terlalu curam. Begitu pula jalur menuju pos 2. Kami tidak ingin berlama-lama di pos 2 karena matahari sudah mulai turun. Kami tiba di pos 3 sekitar pukul 7 malam dan kami putuskan
untuk ngecamp di pos 3 karena kami sudah kelelahan.
Keesokan harinya setelah sarapan kami
melanjutkan perjalanan sekitar pukul 7. Untuk mengurangi beban kami meninggalkan
barang-barang di tenda dan hanya membawa 1 carrier saja yang berisi beberapa logistik.
Kami berencana kembali dari puncak pada pukul 3 sore. Dari pos 3 ke pos 4 cukup
menguras tenaga karena medan yang dilalui tidak selandai medan sebelumnya dan
jaraknya pun terbilang cukup jauh. Disitu aku berpikir bahwa ini adalah untuk
pertama dan terakhir kalinya aku mendaki gunung. Sebenarnya aku ingin turun
saja, tapi karena takut turun sendirian dan sudah sejauh ini juga akhirnya aku memilih untuk lanjut. Selama mendaki menuju pos 5, hujan turun tiada hentinya. Untungnya
kami sudah sedia mantel sebelum hujan.
Sabana Pos 5 |
“Aku akan mendaki gunung lagi setelah
ini” itulah kata yang aku ucapkan setibanya di pos 5. Keindahan sabana lah
yang membuatku mengubah pikiranku. Aku tidak berhenti kagum dengan
kemewahan alam gunung lawu. Di pos 5 kami bertemu 3 orang pendaki yang berasal dari
Surabaya. Kami diberitahu bahwa didepan nanti ada yang lebih indah dari
pemandangan disini. Bersama arek-arek Surabaya kami melanjutkan perjalanan untuk menuju puncak. Hmm sebenarnya kami lebih penasaran dengan warung mbok Yem sih hahaha. Pemandangan setelah pos 5 memang benar-benar luar biasa, lebih
menakjubkan dari sebelumnya. Kami sedikit menyesal tidak ngecamp disana.
Kata-kataku tidak berlebihan bukan? |
Ini saat menuju pos 5 ketika perjalanan turun |
Setibanya kami di warung Mbok Yem, kami langsung
memesan teh hangat dan nasi pecel. Setelah kami makan, ada perdebatan kecil
apakah akan lanjut ke puncak atau akan turun kembali ke tenda. Jika melanjutkan
ke puncak maka resiko nya saat turun akan bertemu malam sementara kami tidak membawa
headlamp atau memilih bermalam di warung Mbok Yem tanpa menggunakan SB
(sleeping bag). Permasalahan lain
jika bermalam di warung Mbok Yem ialah salah satu teman kami yang menggunakan softlens tidak bisa tidur karena dia
meninggalkan kacamatanya dan cairan softlens
nya di tenda. Sebenarnya aku sudah cukup puas sampai disini, tapi aku tidak ingin pendakian pertamaku tidak sampai ke puncak. Setelah kami
berdiskusi panjang, akhirnya kami melanjutkan ke puncak dan memutuskan akan bermalam di warung Mbok Yem. Setelah sholat Ashar,
kami memulai perjalanan ke puncak. Medan awal ke puncak agak curam dan berbatu.
Jarak dari warung mbok yem ke puncak tidak terlalu jauh. Waktu tempuhnya
sekitar 30 menitan. Saat kami tiba di puncak rasa bangga dan puas datang
menghampiri. Aku tidak menyangka bisa sampai ke puncak. Padahal di tengah
perjalanan saja aku sudah ingin turun hahaha. Sebelum kami turun, tidak lupa
kami untuk mengabadikan momen sebanyak-banyaknya.
Pemandangan di Puncak Hargo Dumilah |
Dari mendaki aku belajar sesuatu bahwa untuk
mencapai suatu kebahagiaan memang butuh perjuangan. Jangan menyerah ditengah perjalanan
karena kembali hanya akan menimbulkan penyesalan abadi. Mungkin lawu menyimpan banyak
kisah mistis tapi lawu juga menyuguhkan hal fantastis. Mbok Yem dan segala kekonyolan kami akan selalu membuat kami rindu lawu.
PENDAKIAN PERTAMA BERHASIL.
Tidak ada komentar: