Surat Balasan Untuk "Sang Raja"



Suatu malam aku dipanggil oleh sahabatku, seorang raja yang bersahaja. Ia memulai tanpa menanyakan kabar sebab menurutnya kabar adalah hal basa-basi yang tak perlu ditanyakan. Aku menyetujui lisannya karena memang benar bahwa kabar adalah suatu keadaan yang menggambarkan keyakinan sorang hamba. Jika kau yakin pada Tuhanmu maka kau akan baik-baik saja.

Aku tak bisa membaca maksud dan tujuan Ia memanggilku. Hanya satu kalimat yang keluar dari mulut Sang Raja “Aku membutuhkan pertolonganmu, pergilah temui bulan karena dia lah gambaran diriku”. Tentu saja aku merasa heran, bagaimana caranya aku menolong “Sang Raja” sedangkan bulan saja tak bisa berkata-kata.

Tapi mulai malam itu aku mulai mencoba untuk memandangi bulan “hei bulan, apa yang kau ketahui tentang raja? Bisakah kau sampaikan pesannya padaku?” tanyaku seperti orang gila.

Tentu saja tak ada sepatah kata pun dari bulan. Sulit bagiku untuk memahami maksud “Sang Raja”. Apa yang harus kulakukan untuk menolongnya? Aku terus saja memandangi bulan untuk mencari pesan “Sang Raja”.

Ketika aku perhatikan ada hal aneh yang terjadi di langit. Bulan terlihat tak sempurna malam itu. Lalu bintang-bintang yang bersinar tak nampak di sekeliling bulan, mereka berjauhan. Menjelang pagi cahaya bulan meredup dan perlahan posisinya digantikan oleh matahari.

Hal itu merupakan fenomena menarik bagiku. Ada beberapa hal yang membuatku menjadi bertanya-tanya. Mengapa bintang tidak berada di sekeliling bulan? Mengapa mereka “menjauhi” bulan? Apakah karena bulan sedang tak sempurna?

Lalu mengapa bulan tak tampak pada siang hari? Apakah bulan merasa malu karena tak mampu bersaing dengan matahari? Apakah bulan merasa tak seistimewa matahari karena saat matahari muncul orang-orang beraktivitas diluar sedangkan disaat bulan muncul orang-orang malah terlelap?

Seketika aku teringat perkataan “Sang Raja”, apakah mungkin fenomena tersebut adalah pesan bahwa “Sang Raja” sedang tak baik-baik saja ? Saat itu juga aku langsung menulis surat untuk “Sang Raja”

 

Teruntuk Sang Raja Sahabatku,

Aku telah berhari-hari memahami maksudmu. Setiap malam aku memandangi bulan untuk mencari jawaban dari perkataanmu. Aku mengerti bahwa kau sedang kehilangan sesuatu dalam dirimu, namun aku tak tau pasti hal apa itu dan aku tidak yakin apakah Aku bisa menolongmu. Tetapi yang pasti aku melihat sebuah fenomena yang aneh. Bintang-bintang menjauhi sang bulan yang sedang tak sempurna dan bulan merasa “kalah” dengan matahari sehingga dia malu untuk muncul pada siang hari. Entah mengapa aku merasa terganggu dengan hal itu. Mungkin ini akibat dirimu yang menyarankanku untuk belajar “keingintahuan” pada seorang anak bernama sophie.

Menurutku bintang tak sepatutnya dengan sombong menjauhi sang bulan hanya karena bulan sedang tak sempurna sebab akan ada masanya sang bulan menjadi utuh sempurna. Lagipula sudah seharusnya bintang membantu sang bulan agar dapat bercahaya lebih terang sebab bintang datang bersamaan dengan munculnya bulan.

Lalu perihal bulan dan matahari. Bulan hanya tak percaya diri dengan keindahannya sehingga ia malu dengan matahari hanya karena tidak lebih terang dari matahari. Orang-orang memang  selalu beraktivitas saat matahari muncul tetapi mereka semua tak menginginkan matahari untuk terus muncul hingga malam hari. Orang-orang selalu menantikan kehadiran bulan di malam hari karena keindahannya mampu menghilangkan kepenatan.

Satu hal yang baru saja aku pelajari adalah kita tak perlu bersusah payah agar terlihat baik oleh orang lain sebab kita adalah pribadi yang menarik di mata orang yang memahami kita dan kita itu istimewa dalam penglihatan orang-orang yang mencintai kita.

Yang mulia raja sahabatku, kau tak perlu berseteru dengan waktu yang menertawakanmu karena menganggapmu seorang pesakitan yang kesepian. Memang begitulah waktu, dia akan menertawakan orang yang terlalu larut dalam sedih dan sepi karena baginya itu adalah yang sia-sia dan tak berguna. Lebih baik kau matikan jam dikamarmu dan kejarlah kebahagiaan abadi tanpa terpaku oleh waktu.

 

Setelah aku menulis surat untuk “Sang Raja”, kutitipkan surat itu kepada seorang pengembara yang mengarah ke Negeri Senja milik Sang Raja.

2 komentar:

  1. istimewa. nantikanlah sepucuk surat balasan teruntuk sahabat pena ku. nantikan bulan bersinar lagi begitu indah di langit semarang

    BalasHapus
    Balasan
    1. mari kita lihat bung, siapa yang lebih dulu tiba. sang pengembara yang melihat bulan di kampung halamannya ataukah sang bulan yang menampakkan diri di langit perantauan.

      Hapus

Diberdayakan oleh Blogger.